DI BALIK PIDATO PRABOWO DI SIDANG MAJELIS UMUM PBB

oleh -11 Dilihat
oleh

 

_Catatan Zacky Antony_

KHAZANAHNEWS.COM**PIDATO* Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, AS pada 23 September 2025, mendapat perhatian dari para pemimpin dunia.

Orasi Prabowo menarik dari segi substansi. Dan berbeda dari segi gaya. Disampaikan penuh semangat dan berapi-api. Tangannya berkali-kali memukul podium. Dunia terhentak dan kaget. Siapa orang berpeci ini?

Suasana sidang Majelis Umum PBB hari itu diwarnai banyak tepuk tangan. Dan standing ovation di akhir pidato. Ketegangan yang sempat menyeruak saat pidato Donald Trump, berubah cair kembali.

Prabowo menyampaikan pidato urutan ketiga setelah Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva dan Presiden AS, Donald Trump. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan berpidato setelah Prabowo.

Tak kurang dua tokoh antagonis di sidang PBB kali ini, Presiden Donald Trump dan PM Israel Benjamin Netanyahu, merespon Pidato Prabowo. Trump memuji Prabowo sudah melakukan pekerjaan besar.

“Pidato yang hebat. Anda melakukan pekerjaan yang luar biasa dengan mengetukkan tangan di meja itu. Anda melakukan pekerjaan yang luar biasa,” uji Trump kepada Prabowo langsung saat Multilateral Meeting on The Middle East disela-sela sidang MU PBB.

Pidato Prabowo sebenarnya tidak pula terlalu keras sangat. Misalnya, sampai menyatakan perlunya reorganisasi PBB disesuaikan dengan kondisi kekinian. Landscap PBB dengan 5 negara pemegang hak veto adalah potret kondisi tahun 1945. Tidak ada pula seruan agar Israel diisolasi secara global.

Bahkan boleh dibilang isi pidato cenderung moderat (tengah). Dalam konflik Israel-Palestina, misalnya, Prabowo menegaskan dukungan untuk kemerdekaan Palestina. Tapi di sisi lain juga menggarisbawahi perlunya jaminan keamanan bagi Israel. Hanya dengan demikian, perdamaian sejati bisa tercipta.

Poin tersebut kemudian dicatat oleh PM Israel Benjamin Netanyahu. “Saya mencatat, seperti halnya Anda juga pasti mencatat, kata-kata yang penuh semangat disampaikan di sini oleh Presiden Indonesia. Ini adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Dan ini juga merupakan pertanda tentang apa yang bisa terjadi di masa depan,” kata pria yang menjadi buronan ICC tersebut.

Meski demikian, pidato Prabowo tetap bernilai strategis. Serta memberi pengaruh di tengah meningkatnya pengakuan terhadap kemerdekaan Palestina oleh negara-negara Eropa.

Substansi pidato sudah cukup menggambarkan komitmen kuat Indonesia terhadap perdamaian dunia. Komitmen itu misalnya dinyatakan dengan kesanggupan mengirim 20.000 pasukan penjaga perdamaian.

*Mirip Sukarno*
Di Sidang Majelis Umum PBB, Prabowo menyampaikan pidato berjudul “Seruan Indonesia untuk Harapan.” Prabowo berpidato selama 19 menit dengan menggunakan Bahasa Inggris. Penampilan Prabowo yang berapi-api dan berani dianggap mewakili kegelisahan sebagian besar negara-negara di dunia melihat ketidakadilan di Afrika dan pembantaian manusia (genosida) di Gaza.

Gaya dan substansi pidato Prabowo mengingatkan orang pada sosok Presiden pertama Indonesia, Sukarno yang juga pernah berpidato di sidang Majelis Umum PBB ke-15 pada 30 September 1960. Ketika itu, keberanian Sukarno menyuarakan anti kolonialisme dan anti imperialisme dianggap mewakili suara negara-negara dunia ketiga yang baru berdiri setelah perang dunia II.

Sukarno menyampaikan pidato berjudul _“To Build The World Anew”_ yang menekankan pentingnya membangun tatanan dunia baru yang lebih adil dan seimbang. Pidato Sukarno dianggap salah satu pidato paling berpengaruh sehingga ditetapkan menjadi warisan inspirasi dunia dan menjadi arsip sejarah “Memory of The World UNESCO” pada tahun 2023.

Dari segi substansi pesan, pidato Prabowo mengandung beberapa kesamaan dengan pidato Sukarno. Meskipun secara konteks, berbeda. Dulu, ketika tampil di Sidang Majelis Umum PBB, Sukarno sudah dikenal luas sebagai tokoh dunia ketiga. Posisi Sukarno dinilai strategis karena lima tahun sebelum itu, sukses menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang melahirkan kemerdekaan banyak negara di Asia dan Afrika.

Sukarno juga dikenal paling keras menentang kolonialisme dan imprealisme. Sikap keras itu diwujudkan Sukarno dengan menolak kedatangan kontingen Israel pada Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Penolakan tersebut dikarenakan Isreal masih menjajah Palestina.

Sementara Prabowo tampil di Sidang Majelis Umum PBB dengan posisi tidak kalah strategis. Nomor urut penyampaian pidato sudah menunjukkan posisi strategis tersebut. Dia mewakili sebuah bangsa dengan penduduk muslim paling banyak di dunia. Latarbelakang ini menempatkan posisi Indonesia strategis dalam konteks upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah yang mayoritas dihuni negara-negara muslim.

Kemiripan juga terlihat di bagian awal pidato. Prabowo dan Sukarno sama-sama mengawali pidato dengan isu multikultural. Berbeda antar bangsa, tapi satu umat manusia.

Bedanya, Sukarno mengangkat isu multikultural berlandaskan kitab suci Al Quran. Putra Sang Fajar mengutip QS Al Hujurat ayat 13 yang berarti: “Hai, sekalian manusia, sesungguhnya aku telah menjadikan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, sehingga kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu sekalian kenal mengenal satu sama lain. Orang yang paling mulia diantara kamu adalah siapa yang paling bertaqwa kepadaku.”

Sayangnya, Pidato Prabowo tidak mengutip satupun pesan dalam ayat Alquran sebagai landasan kehidupan bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Tapi secara umum pidato Prabowo tetap hebat.

Prabowo memulai pidatonyo dengan kalimat: “Kita berbeda ras, agama dan kebangsaan, namun kita berkumpul sebagai suatu keluarga manusia.”

*Mengutip Tokoh Dunia*
Kemiripan lain, pidato Prabowo dan Sukarno sama-sama mengutip nama tokoh dunia. Sukarno mengutip filsuf seperti Bertrand Russel asal Inggris. Sukarno juga menyebut tokoh-tokoh yang mengilhami kemerdekaan seperti Giuseppe Garibaldi, pejuang yang berjasa dalam penyatuan Italia. Abraham Lincoln, Presiden AS ke-16 yang berperan penting dalam menghapus perbudakan. Sukarno juga menyebut Lenin, pendiri Uni Soviet.

Nama wartawan Italia, Mazzini, juga tak luput disinggung Sukarno berkat perannya menyebarluaskan gagasan tentang kemerdekaan lewat tulisan. Ada pula tokoh Amerika Latin, San Martin, yang memimpin perjuangan kemerdekaan Argentina dan bangsa-bangsa di Amerika Latin dari penjajahan Spanyol.

Di sisi lain, Prabowo dalam pidatonya mengutip nama seorang filsuf dan sejarawan Yunani, Thucydides yang terkenal dengan ungkapan: “the strong do what they can, the weak suffer what they must.” Yang kuat melakukan apa yang mereka bisa. Yang lemah menderita apa yang harus mereka derita. Prabowo dalam pidatonya menolak doktrin Thucydides.

Prabowo dalam mengutip atau menyebut nama tokoh dunia, memang tidak sebanyak Sukarno. Prabowo juga tidak mengutip nama tokoh inspiring. Nama Thucydides yang dikutip justru bersifat antagonis.

Namun mesti dilihat bahwa konteks pidato keduanya berbeda. Kondisi dunia saat Sukarno berpidato tahun 1960 masih dihantui kolonialisme dan imperialisme. Sehingga mengutip nama-nama tokoh yang menginspirasi untuk dimasukkan di dalam pidato terasa relevan. Dan ini yang dilakukan Sukarno. Selain memang dia “gila” sejarah.

Sementara Prabowo berpidato di era dunia yang sudah jauh berubah. Dunia di mana era robotisasi dan AI mengubah wajah kehidupan manusia. Sudah tentu isu pidato yang ditonjolkan juga berbeda. Isu kekinian yang diangkat Prabowo misalnya, mengangkat isu krisis pangan, energi dan air. Tapi di dalam pidatonya, Prabowo menjawab sekaligus mempromosikan keberhasilan menjawab ketiga isu tersebut.

Soal krisis pangan, Prabowo bercerita capaian Indonesia swasemba beras. Itu dilakukan dengan membangun rantai pasok pangan yang tangguh, memperkuat produktivitas petani dan berinvestasi dalam pertanian cerdas iklim. “Kami yakin dalam beberapa tahun kedepan, Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia,” promosi Prabowo.

Probowo juga mengangkat isu perubahan iklim, reforestasi dan pergeseran pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju pembangunan berbasis energi terbarukan.

“Tujuan kami jelas: mengangkat seluruh warga kami keluar dari kemiskinan dan menjadikan Indonesia sebagai pusat solusi bagi keamanan pangan, energi dan air,” tambahnya.

*Solusi Dua Negara*
Pidato Prabowo secara umum menyampaikan pesan-pesan yang juga disampaikan Sukarno 65 tahun lalu. Misalnya, pesan-pesan soal kemerdekaan, kemanusiaan, perdamaian, persaudaraan, keadilan dan kesejahteraan. menderita akibat kelaparan dan penindasan.

“Kami berusaha membangun suatu dunia yang sehat dan aman. Kami berusaha membangun suatu dunia, di mana setiap orang dapat hidup dalam suasana damai. Kami berusaha membangun suatu dunia di mana keadilan dan kemakmuran untuk semua orang. Kami berusaha membangun suatu dunia, di mana kemanusiaan dapat mencapai kejayaannya penuh.” kata Sukarno.

Bedanya, dalam pidatonya Sukarno mengangkat isu kemerdekaan dan pembebasan sejumlah negara seperti Aljazair, Kongo dan penderitaan rakyat di Vietnam. Sedangkan Prabowo mengangkat isu genosida serta penderitaan rakyat Gaza. Dia menegaskan dukungan Indonesia untuk kemerdekaan Palestina dan solusi dua negara. Israel dan Palestina berdiri berdampingan sebagai dua negara berdaulat.

Terlepas dari semua kemiripan dan perbedaan pidato Sukarno dan Prabowo, yang jelas penampilan keduanya di forum Majelis Umum PBB mencerminkan harkat dan martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa besar.

_Penulis adalah wartawan senior di Bengkulu yang juga pengurus Dewan Kehormatan PWI Pusat_

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.