Kasus Pencurian JAM-Pidum Obral 13 Restorativ Justice,

oleh -4 Dilihat
oleh

Jampidum

KHAZANAHNEWS.COM**Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 13 (tiga belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Kamis 15 Mei 2025.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Muhammad Rizal alias Ical dari Kejaksaan Negeri Ternate yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kronologi bermula pada hari Minggu tanggal 23 Februari 2025, sekitar pukul 14.00 WIT, Tersangka Muhammad Rizal alias Ical melihat Saksi Korban Bayu Pitriyanto, menyimpan uang tunai miliknya di dalam bagasi sepeda motor. Hal tersebut memicu timbulnya niat dari Tersangka untuk mengambil uang tersebut.
Kemudian, pada hari Senin 24 Februari 2025, sekitar pukul 19.00 WIT, saat berada di dalam kawasan Benteng Orange, Kelurahan Gamalama, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, Saksi Korban secara tidak sengaja meletakkan kunci sepeda motor miliknya di samping Tersangka.
Melihat kesempatan tersebut, Tersangka mengambil kunci sepeda motor milik Saksi Korban dan menyembunyikannya. Ketika Saksi Korban sibuk mencari kunci dan pergi mengambil kunci cadangan, Tersangka memanfaatkan momen tersebut untuk membuka bagasi sepeda motor milik Saksi Korban dan mengambil uang tunai sebesar Rp5.900.000 (lima juta sembilan ratus ribu rupiah) yang tersimpan di dalamnya.
Setelah berhasil mengambil uang tersebut, Tersangka membagi-bagikan uang curian dengan rincian sebagai berikut:
Mengirimkan sebesar Rp3.000.000 (tiga juta rupiah) ke rekening istrinya yang berada di Batam;
Membayar uang kas sebesar Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah);
Membayar angsuran sepeda motor sebesar Rp1.180.000 (satu juta seratus delapan puluh ribu rupiah);
Sisa uang digunakan untuk kepentingan pribadi Tersangka.
Akibat perbuatan tersebut, Saksi Korban mengalami kerugian materil sejumlah Rp5.900.000 (lima juta sembilan ratus ribu rupiah).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Ternate, Dedyng Wibiyanto Atabay, S.H., M.H., Kasi Pidum sekaligus Jaksa Fasilitator Joice Amelia Ussu, S.H., M.H. serta menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Ternate mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara Herry Ahmad Pribadi, S.H., M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis, 15 Mei 2025.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 12 (dua belas) perkara lain yaitu:
Tersangka Dedi Ahmad Atamimi dari Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Josico Arthur Samallo dari Kejaksaan Negeri Maluku Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Aprianto Ode alias April dari Kejaksaan Negeri Tual, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Andrian Ludji alias Adi dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Adri Guillermo dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
Tersangka Natanael George Tangkilisan dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
Tersangka Nurahim dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Muhammad Guswandi alias Wawan dari Kejaksaan Negeri Bengkalis, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
Tersangka Syahbandi alias Ewa bin (Alm.) Mulyadi dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Nur Asiah Binti Ridwan dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
Tersangka Adittiya alias Adit bin Yanto Ahmad dari Kejaksaan Negeri Sanggau, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka I Ismail Alias Cucun alias 75 Bin Syahrehal (Alm), Tersangka II Damaianus Pinda alias Dami anak dari Dairo Padaka (Alm.) dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 KUHP Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.***has

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.