KHAZANAHNEWS.COM**Kamis (27/6)Advokat Rizki Dini Hasanah,S.H dari Tim Kantor Hukum R.D.H dan rekan, memenuhi jawaban somasi dari Pihak KPU Kota Bengkulu, tentang pencatutan data identitas/ ktp yg dilakukan pasangan bakal calon kepala daerah perseorangan kota Bengkulu yakni Aryono Gumay dan Harliyanto.
Pertemuan di sekretariat KPU KOTA Bengkulu rombongan advokat RDH diterima Komisioner KPU Kota, yaitu Bambang Meiliyansyah, Irwansyah, Risen Lubis dan Nina publikasi.
Dijelaskan advokat R Dini Hasanah didampingi Yusliadi,S, Pt pada Khazanahnews.Com, somasi yang dilayangkannya direspon cepat KPU Kota.
5 poin permintaan pihaknya kepada KPU Kota, 2 diantaranya adalah meminta agar formulir b.1. KWK surat dukungan warga yang diduga mencatut nama -nama warga yang tidak pernah merasa mendukung. Ataupun
mengisi formulir tersebut oleh paslon bakal calon kepala daerah perseorangan tersebut agar menghapus data yang dicatut dalam silon Web KPU Kota. Dan pihaknya mengapresiasi dan berterima kasih atas tanggapan dari pihak KPU kota Bengkulu yang bersedia memenuhi 4 point permintaan dari tim hukum dari LBH KANTOR HUKUM RDH dan rekan yang ada disurat somasi tersebut.
Pertemuan dengan suasana alot tersebut dikarenakan ada 1 point permintaan yang belum bisa dipenuhi dalam pertemuan tersebut. Karena pihak KPU Kota masih ingin mencari dan mempelajari dokumen mereka yaitu formulir B I KWK dalam waktu estimasi 4 hari kerja. Mereka ( pihak kpu kota Bengkulu) akan menyerahkan ke pihak kuasa hukum, dokumen tersebut. Ditegaskan Dini pihaknya akan tetap mengawal, selama estimasi.
Agar tidak ada pihak yg ingin menghambat dalam penegakkan keadilan . Karena sejatinya demokrasi yang semua inginkan berjalan dengan aturan- aturan yang ada dan jelas. Sesuai peraturan KPU RI tahun 2024 . Jadi jangan dianggap untuk mendaftar calon kepala daerah perseorangan itu gampang? Asal mencuri mendapat ktp, mencatut ktp bisa langsung lolos tidak bisa seperti itu. Harus diikuti proses dan tahapannya dengan benar.
Banyak pihak yang dirugikan atas hal ini. Mulai dari batal diterima kerja sampai harga diri sebagai tokoh masyarakat di lecehkan. Baru mau mendaftar calon kepala daerah perseorangan saja sudah menggunakan cara kurang baik, apa lagi kalau sudah jadi kepala daerah. Resiko dugaan kolusi korupsi dan nepotisme bisa saja terjadi.”pencurian dàn menggunakan data atau dokumen tanpa izin itu bisa saja masuk ranah pidana,” sampai Dini
Ditambahkan Yusliadi,SH agenda Pillkada atau Pilpres yang sering bermasalah harusnya menjadi pembelajaran semua pihak. Penyelenggara dan pesertaharus belajar dari Pilkada-Pilkada sebelumnya. Jangan mentang-mentang rakyat apatis bisa dimanfaatkan sesukanya untuk proses-proses politik? Institusi negara, seharusnya melindungi hak-hak dan identitas masyarakat***hasanah