Khazanahnews.com >><< Keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya ditentukan oleh kinerja internalnya, tetapi juga sangat bergantung pada kemampuan pejabat hubungan masyarakat (humas) dalam menjaga reputasi dan citra positif di masyarakat. Saat ini, keterbukaan informasi kepada publik sudah menjadi hal yang lumrah, dan peran humas menjadi semakin krusial dalam menjaga kepercayaan publik.
Hal ini terbukti di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, sebuah satuan kerja Kejaksaan Republik Indonesia yang beroperasi di daerah tersebut. Lembaga negara ini telah menaruh tanggung jawab besar pada pejabat hubungan masyarakat, khususnya seksi penerangan hukum, dalam menjaga dan merawat marwah institusi dalam pelayanan dan penegakan hukumnya.
Sebagai Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani, seorang ibu yang memiliki dua anak, telah menjadi benteng penjaga lembaga Kejati Bengkulu dari berbagai serangan kritik yang datang dari berbagai pihak, baik personal maupun elemen masyarakat. Tugasnya adalah mengelola, mengantisipasi, dan memberikan solusi atas beragam informasi negatif tentang personil maupun kinerja Kejati Bengkulu dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di Provinsi Bengkulu.
“Saya sebagai benteng penjaga lembaga Kejati Bengkulu dari berbagai kritik. Saya harus mampu mengelola, mengantisipasi, dan memberikan solusi atas beragam informasi tentang Kejaksaan, baik itu dukungan maupun kritikan,” tutur Ristianti.
Seksi penerangan hukum di Kejati Bengkulu dianggap sebagai ‘Mata, Telinga, dan Lidah’ Adhyaksa dalam menjalankan amanat merawat kepercayaan publik, yang selalu menjadi fokus Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, yang saat ini memimpin korps Adhyaksa.
Seksi penerangan hukum memiliki tanggung jawab untuk mengawal seluruh perintah Jaksa Agung dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab merawat kepercayaan publik tersebut. Ristianti menjelaskan bahwa fungsi humas kejaksaan bukan hanya membangun reputasi positif dan nama baik organisasi, melainkan juga membantu Kejaksaan lebih dipercaya. Menjadi praktisi humas menuntut memiliki skill komunikasi yang mumpuni. Humas harus bisa menyampaikan informasi secara jelas kepada publik untuk meraih simpati.
Sebagai seorang alumni Pendidikan Jaksa Tahun 2003, Ristianti memiliki pemahaman mendalam tentang seluk-beluk kejaksaan dan semua informasi yang berkaitan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dia menyadari bahwa opini publik yang menimbulkan masalah negatif dapat berdampak buruk pada citra kejaksaan.
“Reformasi birokrasi dan menggelar pelayanan dan penegakan hukum yang profesional, berintegritas, dan berhati nurani menjadi cambuk untuk perubahan kejaksaan yang profesional dan berwibawa. Mewujudkan kejaksaan hebat dan humanis,” tegas Ristianti.
Ristianti, yang sebelumnya menjabat sebagai Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara pada Kejati Kepulauan Riau, merasa bangga dan terharu bisa menapaki karier sebagai jaksa perempuan dan diberi amanah sebagai Kasi Penkum Kejati Bengkulu. Kehadirannya di posisi ini menjadi catatan sejarah, karena selama ini Kasi Penkum biasanya dijabat oleh jaksa pria, dan ini merupakan pertama kalinya diisi oleh seorang jaksa perempuan.
“Saya adalah jaksa perempuan yang selalu terus belajar mempersiapkan diri dalam keilmuan, wawasan, dan silaturahmi. Saya dididik harus memiliki integritas dan kompetensi. Modal saya terus belajar memperdalam keilmuan tentang hukum, integritas, dan kompetensi,” pungkas alumni Magister Hukum Universitas Batam ini.
Kisah Ristianti Andriani adalah bukti nyata bahwa keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya bergantung pada kinerja operasionalnya, tetapi juga pada kemampuan pejabat hubungan masyarakat dalam menjaga citra positif dan kepercayaan publik. Dalam era informasi yang terbuka, peran humas menjadi semakin penting dalam menjaga reputasi institusi.