OMBB Gandeng Aktivis Desak Tindak Penyuap Kasus Gratifikasi Rohidin Mersyah.

oleh -10 Dilihat
oleh

Rohidin Mersyah saat sidang di PN

KHAZANAHNEWS.COM**Bengkulu – 23 April 2025 Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan Gubernur  Bengkulu, Rohidin Mersyah, bersama dua orang bawahannya—Isnan Fajri (mantan Sekda) dan Eriansyah (mantan ajudan)—resmi memasuki tahap persidangan. Dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Bengkulu, Senin (21/4), Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ade Azahari, membacakan dakwaan yang mencakup tindak pidana gratifikasi.

Dalam dakwaannya, jaksa menyebut bahwa total gratifikasi yang diterima para terdakwa mencakup uang senilai Rp30,3 miliar, USD 42.715, SGD 309.581, serta barang berupa 14.500 potong kaos senilai Rp130.500.000. Dakwaan ini mengacu pada ketentuan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebagai penyelenggara negara, para terdakwa juga dianggap melanggar ketentuan Pasal 4 angka 5 dan angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang menekankan larangan menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.

OMBB Soroti Ketimpangan Penindakan Hukum

Menanggapi perkembangan kasus ini, Ketua Umum Organisasi Kemasyarakatan Maju Bersama Bengkulu (MAJELIS PIMPINAN NASIONAL), M. Diamin, angkat bicara. Ia menyoroti ketidakseimbangan dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana gratifikasi.

“Sebagaimana diketahui dari pemberitaan dan persidangan, gratifikasi yang diterima tentu tidak berdiri sendiri. Di balik penerima gratifikasi, jelas ada pemberinya. Namun sangat disayangkan, hingga kini belum ada proses hukum terhadap pihak-pihak yang diduga sebagai pemberi, sebagaimana disebut dalam dakwaan, yakni para pengusaha batu bara, sawit, kepala sekolah, bahkan sejumlah politisi,” tegas M. Diamin kepada media pada Rabu (23/4).

Ia menyatakan keprihatinannya atas fakta bahwa hanya penerima gratifikasi yang dijadikan terdakwa, sementara para pemberi belum tersentuh hukum. “Ini menjadi perhatian publik, dan kami sebagai masyarakat Bengkulu bersama aktivis, lembaga, dan ormas lainnya akan menggalang aksi untuk mendesak penegakan hukum yang adil dan menyeluruh.”

Dasar Hukum Pemberian Gratifikasi

Dalam konteks hukum, baik pemberi maupun penerima gratifikasi dapat dipidana jika memenuhi unsur suap. Hal ini diatur dalam:

Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001: Gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya dianggap suap.

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 UU Tipikor: Mengatur tentang sanksi pidana bagi pemberi suap kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Ancaman pidana bagi pelaku suap termasuk pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

OMBB berkomitmen untuk mengawal kasus ini agar tidak terjadi tebang pilih dalam penegakan hukum dan memastikan semua pihak yang terlibat, baik penerima maupun pemberi gratifikasi, diproses secara adil sesuai hukum yang berlaku.***has

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.